PESAN SEKARANG LANGSUNG Email : arif_jic@yahoo.co.id

Karir Melejit Berkat Talenta (air menjadi sumber rezeki)


Wim Abdurrachman, Distributor OXYPrestasi Wim Abdurrahman Saleh di dunia MLM tergolong spektakuler. Sejumlah posisi diraihnya dalam waktu yang relatif singkat. Tak heran jika ia pernah mendapat julukan bayi ajaib. Slamet Supriyadi



Be like water. Hiduplah bagai air. Alirannya akan bergerak menuju tempat seharusnya ia berada. Kalaupun ada batu yang menghalangi, air akan berputar mencari jalan keluar dan mengalir terus hingga ke hilir. Itulah air, yang oleh Wim Abdurrahman Saleh tidak sekedar diadopsi dari sisi falsafahnya saja tapi juga kegunaannya dalam kehidupan. Air, menurutnya, tidak hanya memberi kehidupan melainkan bisa menciptakan ‘penghidupan’ bagi manusia.

Siapapun tidak akan menyangkal bahwa air telah menjelma menjadi sebuah bisnis yang menggiurkan. ’Penghidupan’ muncul dari sana dengan terserapnya jutaan lapangan kerja. Mulai dari penjual air bersih ’dorongan’, puluhan merek air mineral yang beredar di pasaran sampai ratusan depo air isi ulang yang bertebaran dimana-mana. Pelaku bisnisnya boleh bertambah tapi konsumen tetap melimpah.

Belakangan bukan hanya air mineral saja yang membanjiri pasaran tapi muncul inovasi berupa air beroksigen. “Air yang mengandung oksigen tentu sangat baik buat kesehatan. Selain menyegarkan juga punya banyak khasiat untuk membantu menyembuhkan berbagai macam penyakit,” ujar Wim yang tengah mengembangkan pemasaran air beroksigen bermerek ‘OXY’ ini.

Produk OXY dipasarkan melalui sistem pemasaran berjenjang atau MLM (multi-level marketing). Kedengarannya agak unik. Karena selama ini produk yang ditawarkan dengan sistem MLM sebagian besar berupa produk kecantikan, kesehatan, perawatan diri, makanan maupun perawatan rumah tangga. Lalu apa untungnya memasarkan OXY yang harganya lebih mahal dari air minum kebanyakan?

Seperti yang sudah dijelaskan, OXY mempunyai khasiat lebih dibandingkan air minum pada umumnya. Sedangkan untuk sebuah bisnis MLM, menurut Wim, sistem yang diterapkan tergolong menarik karena menggunakan sistem Hybride dengan prototype termutakhir. Sistem ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya, tutup poinnya kecil (kisaran Rp100 ribu), cukup dua kaki untuk mendapatkan hasil antara Rp10 juta-Rp20 juta serta adanya Match Bonus sebesar 10%-20% dari komisi orang yang kita sponsori.

Berbagai kelebihan tadi sudah dirasakan oleh sebagian besar mitranya. Sementara bagi Wim sendiri, keterlibatannya di OXY seolah sedang menemukan momentumnya. Dibuktikan dengan capaian prestasi yang mampu melewati para seniornya. Wim yang baru bergabung pada Nopember 2008 lalu, hanya butuh waktu 4 bulan untuk mencapai posisi aman Silver Director (SDR) dengan pendapatan Rp15 juta per bulan. Posisi tersebut biasanya dicapai dalam waktu 1,5 tahun. Sebulan kemudian posisinya naik menjadi Gold Director (GDR) dengan pendapatan Rp50 juta per bulan. Pencapaian yang cukup dramatis ini membuatnya kian optimis untuk menggapai target berikutnya yakni posisi Diamond Director (DDR). “Tinggal selangkah lagi dan di bulan kedelapan saya yakin mencapai posisi yang pendapatannya bisa menembus hingga 9 digit (ratusan juta –red),” tutur pria kelahiran 13 Januari 1967 ini.

Target jangka panjang yang ingin dicapai Wim tentu tidak hanya berhenti sampai disitu. Ia berharap bisa meraih posisi puncak Executive Diamond Director (EDD) dalam tempo 11 bulan. Waktu yang dirancang tergolong super singkat mengingat baru satu orang berada di posisi ini. Itu pun baru bisa diraih setelah 4 tahun bergabung. “Dalam bisnis MLM, pendatang baru punya kesempatan meraih prestasi yang lebih baik dari seniornya. Dan semua itu tergantung dari talenta yang dimiliki oleh masing-masing orang,” kata penganut motto QWAS (Quick, Watch, Action, Succes) ini.

OXY, bagi Wim sebenarnya merupakan kendaraan untuk menebus kekalahan yang dialaminya pada masa lalu. Alumnus Akademi Pimpinan Perusahaan (APP) ini juga pernah berjaya saat ikut di sebuah MLM terbesar di tanah air. Sama seperti di OXY, di tempat itu ia juga menorehkan prestasi yang luar Wim Abdurrachman dan keluargabiasa. Ia masuk jajaran eksekutif hanya dengan waktu 11 bulan, lebih cepat dari rekan-rekan lainnya yang menempuhnya selama kurang lebih 3 tahun. Tak heran jika kemudian ia dijuluki sebagai ’bayi ajaib’.

Dalam kurun waktu 8 tahun, suami dari Metta Palupi ini selalu menorehkan prestasi terbaiknya. Namun, ada kalanya Wim harus menerima kenyataan bahwa ia ternyata bisa tumbang juga! “Saya runtuh seperti teman-teman lain di MLM. Penyebabnya adalah karena memburuknya kondisi ekonomi global atau faktor lain yang tidak bisa saya kaji lebih dalam,” imbuhnya sembari mengenang.

Lantas apa yang mendorong Wim serius menekuni bisnis MLM? Wim tidak menampik ada beda persepsi yang berkembang dalam masyarakat mengenai MLM. Ada yang beranggapan bisnis MLM susah untuk diikuti, tidak jelas atau tidak bisa menjalankan karena tidak punya bakat. Tapi sebaliknya, banyak juga yang kemudian merasakan ‘legitnya’ bisnis ini yang diukur dari besarnya pendapatan yang diterima.

Uniknya, ketertarikan Wim pada bisnis ini justru bukan karena motif finansial melainkan perubahan sikap dari salah seorang teman sekolahnya yang lebih dulu masuk ke bisnis MLM. “Dulu teman saya sangat bandel dan urakan. Tapi setelah ikut bisnis MLM ia jadi kelihatan santun dalam perilaku maupun tutur kata,” ujar Wim. Karena itu tidak berlebihan jika ayah dari Widyadana Mufida dan Muflih Wisala ini lalu mengibaratkan dunia MLM sebagai sekolah kehidupan dimana ilmunya tidak pernah diberikan di bangku kuliah sekalipun. Di dunia MLM setiap orang dituntut untuk memiliki tenggang rasa, bisa mengecilkan ego serta mau menjalankan pelatihan yang sedemikian ketat.

Yang pasti semua keberhasilan yang dicapai Wim tidak datang dengan tiba-tiba melainkan melalui masa metamorfosis yang sangat panjang. Sebelum terjun di bisnis MLM, pria yang punya obsesi membuat pesantren dan rumah sakit bagi kaum dhuafa ini, sudah pernah merasakan jatuh bangun saat membesut bisnis ‘konvensionalnya’. Tadinya sambil kuliah ia sempat menjadi calon pegawai negeri untuk menggantikan sang ayah. Tapi kemudian keluar karena gaji yang diterimanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan adik-adiknya.

Selepas kuliah, ia mencoba perutungan bisnis dengan berjualan barang-barang kelontong. Itu pun tidak berlangsung lama karena Wim kemudian tertarik menggeluti bisnis percetakan. Pada tahun 1993 bisnis percetakan sedang booming. Omzetnya melimpah hingga ratusan juta. Tapi menjelang datangnya krisis moneter usahanya mulai goyang karena harga kertas yang tidak stabil. Hingga akhirnya Wim memutuskan menutup usaha yang mempekerjakan sekitar 20 karyawan tersebut. “Selain harga kertas yang fluktuatif, resiko bisnis ini sangat besar. Salah ketik beberapa huruf saja kita harus mengganti barang yang sudah dicetak,” tambah Wim.

Ia kemudian banting setir melirik bisnis jual beli mobil. Anehnya, meski Indonesia berada dalam masa krisis, penjualan mobil pada tahun 1997-2000 justru meningkat pesat. “Jumlah unit yang terjual cukup banyak dengan keuntungan yang lumayan besar,” tutur Wim menggambarkan situasi bisnisnya pada masa itu. Tapi setelah tahun 2000 geliat bisnis otomotif tampaknya terus menurun. Ia pun lantas memutuskan untuk tidak melanjutkan bisnis otomotif tersebut.

Bisa dibilang, itulah tonggak dimulainya kiprah Wim dalam dunia MLM yang telah memberinya berbagai pengetahuan. Delapan tahun bukan waktu yang singkat untuk mengasah kemampuannya dalam menapaki bisnis ini. Karena itu ia optimis produk OXY yang diusungnya bakal terus berkembang. Jika melihat data pada tahun 2006, anggota MLM di Indonesia tercatat jumlahnya baru sekitar 4 juta-5 juta orang. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta orang. “Sementara OXY saat ini baru memiliki 300 ribu anggota, dengan 30 ribu yang berada di Jakarta,” tambahnya lagi. Dengan berpatokan pada angka tersebut, sangat jelas prospeknya masih cerah dan peluang pasarnya terhampar luas.


© 2010 Majalah Pengusaha

FULL STORY >>
 

Home & Garden

Video Games

TOYS & GAMES